Selasa, 23 September 2008

Tidak ada Listrik, Tidak Menghalangi Berkumandangnya Musik Gereja

Disebuah desa kecil yang dikelililingi oleh perkebunan sawit, sekitar perjalanan 1 jam 30 menit dari Rumbai, ke arah sebelum Petapahan, di sanalah terdengar sayup-sayup alunan pujian Kidung Jemaat dinyanyikan secara mengalun-alun, mendayu-dayu dengan not yang tidak pas dengan yang tertulis, namun penuh khidmad . Sebuah Gereja yang sangat sederhana, dengan anggota sekitar 30 Kepala Keluarga, berdiri dibawah naungan Pos Pelayanan dan Kesaksian (PELKES) dari Gereja Kita GPIB Gibeon Rumbai.

Permainan musik, dari sebuah organ mengiringi pujian tersebut, dengan chord yang sangat mendasar C-F-G, juga dibawakan cukup harmonis mengikuti alunan pujian memuliakan Nama Tuhan, dengan penuh ketulusan dan keakraban.

Fasilitas yang dimiliki Gereja kecil tersebut sangat sederhana. Aliran listrik yang byar-pet diperoleh dari menyalur dari sebuah generator milik tetangga lumayan dapat menghidupkan sound sistem yang sangat minim. Kalau tetangga tidak menghidupkan gensetnya, maka sound sistem tidak bisa hidup, demikian kata salah seorang Penatua di Pos PELKES Pelambaian dengan logat Jawa-nya.

Lain lagi dengan apa yang disampaikan oleh seorang pemain organ. Bapak Panjaitan, walaupun hanya bisa main dengan chord C-F-G ini, dengan logat kental Tapanulinya bilang, kalau listrik kami mati, organ kami masih tetap bisa hidup, karena kami pakai accu (baca Aki). Jadi, Tidak Ada Listrik, tidak menghalang-halangi Berkumandangnya Musik Gereja, dan Terpujilah Tuhan.

Tidak ada komentar: